Cerita Ngentot Cerita Sex Majikanku Ketagian Dengan Penisku
Namanya Putra. Dia adalah bawahanku dikantor Berasal dari Bandung yang sebenarnya tidak jauh-jauh sekali dari kota J. Di kota J. Suami istri berkecukupan dengan seorang lagi pembantu wanita Surti, dengan usia kurang lebih diatas Putra 3-4 tahun. Putra sendiri berumur 19 tahun jalan.
Suatu hari nyonya majikannya yang masih muda, Ibu Tika atau biasa mereka memanggil Bu Tika, mendekati mereka berdua yang tengah sibuk di dapur yang sedang membereskan dapur
“Surti.., besok Bapak hendak ke Aceh lagi. Tolong siapkan pakaian secukupnya..” perintahnya.
“Kira-kira berapa hari Bu..?” tanya Surti hormat.
“Cukup lama.. mungkin hampir satu bulan.”
“Baiklah Bu..” tukas Surti mahfum.
Bu Tika segera berlalu melewati Putra yang tengah membersihkan kamar tersebut. Dia mengangguk ketika Putra membungkuk hormat padanya.
Ibu Tika itu masih muda, paling tua mungkin sekitar 32 tahunan, begitu Surti pernah cerita kepadanya. Mereka menikah belum lama dan termasuk lambat karena keduanya sibuk di study dan pekerjaan. Namun setelah menikah, Bu Tika nampaknya lebih banyak di rumah. Walaupun sifatnya hanya sementara, sekedar untuk jeda istirahat saja.
Dengan perawakan langsing, dada besar sekitaran 36B, hidung mancung, bibir tipis dan Bokongnya yang Bulat kenyal serta kaki yang lenjang, Bu Tika terkesan angkuh dan anggun. Namun kelihatan kalau dia seorang yang baik hati dan dapat mengerti kesulitan hidup orang lain.
Namun Putra tahu pasti Surti lebih dekat dengan majikannya, karena mereka sering bercakap-cakap di dapur atau di ruang tengah bila waktunya senggang. Beberapa hari kepergian Bapak ke Aceh, Put tanpa sengaja menguping pembicaraan kedua wanita tersebut.
“Itulah Nah.. kadang-kadang belajar perlu juga..” suara Bu Tika terdengar agak geli.
“Di kampung memang terus terang saya pernah Bu..” Surti nampak agak bebas menjawab.
“O ya..?”
“Iya.. kami.. sst.. pss..” dan seterusnya Putra tidak dapat lagi menangkap isi pembicaraan tersebut. Hanya kemudian terdengar tawa berderai mereka berdua.
Putra mulai lupa percakapan yang menimbulkan tanda tanya tersebut karena kesibukannya setiap hari. Membersihkan halaman, merawat tanaman, memperbaiki kondisi rumah, pagar dan sebagainya yang dianggap perlu ditangani. Hari demi hari berlalu begitu saja. Hingga suatu sore, Putra agak terkejut ketika dia tengah beristirahat sebentar di kamarnya.
Tiba-tiba pintu terbuka, “Kriieet.. Blegh..!” pintu itu segera menutup lagi. Dihadapannya kini Bu Tika majikannya berdiri menatapnya dengan pandangan yang tidak dapat ia mengerti.
“Putra…” suaranya agak serak.
“Jangan kaget.. nggak ada apa-apa. Ibu hanya ada perlu sebentar..”
“Maaf Bu..!” Putra cepat-cepat mengenakan kaosnya.
Barusan dia hanya bercelana pendek. Bu Tika diam dan memberi kesempatan Putra mengenakan kaosnya hingga selesai. Nampaknya Bu Tika sudah dapat menguasai diri lagi. Dengan mimik biasa dia segera menyampaikan maksud kedatangannya.
“Hmm..,” dia melirik ke pintu.
“Ibu minta kamu nggak usah cerita ke siapa-siapa. Ibu hanya perlu meminjam sesuatu darimu..”
Kemudian dia segera melemparkan sebuah majalah.
“Lihat dan cepatlah ikuti perintah Ibu..!” suara Bu Tika agak menekan.
Agak gelagapan Putra membuka majalah tersebut dan terperangah mendapati berbagai gambar yang menyebabkan nafasnya langsung memburu. Meski orang kampung, dia mengerti apa arti semua ini. Apalagi jujur dia memang tengah menginjak usia yang sering kali membuatnya terbangun di tengah malam karena bayangan dan hawa yang menyesakkan dada bila baru nonton TV atau membaca artikel yang sedikit nyerempet ke arah “itu”.
Sejurus diamatinya Bu Tika yang tengah bergerak menuju pintu. Beliau mengenakan kaos hijau ketat, sementara bawahannya berupa rok yang agak longgar warna hitam agak berkilat entah apa bahannya. Segera tangan putih mulus itu menggerendel pintu.
Kemudian.., “Berbaringlah Put.. dan lepaskan celanamu..!”
Agak ragu Putra mulai membuka.
“Dalemannya juga..” agak jengah Bu Tika mengucapkan itu.
Dengan sangat malu Putra melepaskan CD-nya. Sejenak kemudian terpampanglah Kontolnya ke atas.
Lain dari pikiran Putra , ternyata Bu Tika tidak segera ikut membuka pakaiannya. Dengan wajah menunduk tanpa mau melihat ke wajahnya, dia segera bergerak naik ke atas tubuhnya. Putra merasakan desiran hebat ketika betis mereka bersentuhan.
Tanpa memperlihatkan sedikitpun bagian tubuhnya, Bu Tika nampaknya hendak melakukan persetubuhan dengannya. Putra menghela nafas dan menelan ludah ketika tangan lembut itu memegang alatnya dan, “Bleesshh..!”
Dengan badan bergetar antara lemas dan kaku, Putra sedikit mengerang menahan geli dan kenikmatan ketika barangnya dilumat oleh daging hangat nan empuk itu. Dengan masih menunduk Bu Tika mulai menggoyangkan pantatnya. Tangannya menepis tangan Putra yang secara naluriah hendak merengkuhnya.
“Hhh.. ehh.. sshh.. ” kelihatan Bu Tika menahan nafasnya.
“Aakh.. Bu.. saya.. saya nggak tahan..” Putra mulai mengeluh.
“Tahann sebentar.. sebentar saja..!” Bu Tika nampak agak marah mengucapkan itu, keringatnya mulai bermunculan di kening dan hidungnya.
Sekuat tenaga Putra menahan aliran yang hendak meledak di ujung peralatannya. Di atasnya Bu Tika terus berpacu.. bergerak semakin liar hingga dipan tempat mereka berada ikut berderit-derit. Makin lama semakin cepat dan akhirnya nampak Bu Tika mengejang, kepalanya ditengadahkan ke atas memperlihatkan lehernya yang putih berkeringat.
“Aaahhkhh..!”
“Pleph..!” tiba-tiba Bu Tika mencabut pantatnya dari tubuh Putra. Dia segera berdiri, merapihkan rambutnya dan roknya yang tersingkap sebentar.
“Jangan cerita kepada siapapun..!” tandasnya, “Dan bila kamu belum selesai, kamu bisa puaskan ke Surti..
Putra terhenyak di atas kasurnya. Sejenak dia berusaha menahan degup jantungnya. Diambilnya nafas dalam-dalam. Sambil sekuat tenaga meredam denyutan di ujung penisnya yang terasa mau menyembur cepat itu. Setelah bisa tenang, dia segera bangkit, mengenakan pakaiannya kemudian berbaring.
Perlakuan Bu Tika berlanjut tiap kali suaminya tidak ada di rumah. Selalu dan selalu dia meninggalkan Putra dalam keadaan menahan gejolak yang menggelegak tanpa penyelesaian yang layak. Beberapa kali Putra hendak meneruskan hasrat sex nya ke Surti, tetapi selalu diurungkan karena dia ragu-ragu, apakah semuanya benar-benar sudah diatur oleh majikannya atau hanyalah alasan Bu Tika untuk tidak memberikan balasan pelayanan kepadanya.
“Kriieet..!” ternyata Bu Tika
Nampak segera melangkah masuk kamar. Malam ini beliau mengenakan daster merah jambu bergambar bunga atau daun-daun apa Putra tidak jelas mengamatinya. Karena segera dirasakannya nafasnya memburu, kerongkongannya tercekat dan ludahnya terasa asin. Wajahnya terasa tebal tak merasakan apa-apa.
Agak terburu-buru Bu Tika segera menutup pintu. Tanpa bicara sedikitpun dia menganggukkan kepalanya. Putra segera paham. Dia segera menarik tali saklar di kamarnya dan sejenak ruangannya menjadi remang-remang oleh lampu 5 watt warna kehijauan. Sementara menunggu Putra melepas celananya, Bu Tika nampak menyapukan pandangannya ke seantero kamar.
“Hmm.. anak ini cukup rajin membersihkan kamarnya..” pikirnya.
Tapi segera terhenti ketika dilihatnya “alat pemuasnya” itu sudah siap. Dan.., kejadian itu terulang kembali untuk kesekian kalinya. Setelah selesai Bu Tika segera berdiri dan merapihkan pakaiannya. Dia hendak beranjak ketika tiba-tiba teringat sesuatu.
“Oh Ibu lupa..” terhenti sejenak ucapannya.
Putra berpikir keras.. kurang apa lagi..? Jujur dia mulai tidak tahan mengatasi hasrat sex nya tiap kali ditinggal begitu saja, ingin sekali dia meraih pinggang sexy itu tiap kali hendak keluar dari pintu.
Lanjutnya, “Hmm.. Surti pulang kampung pagi tadi..” dengan wajah agak masam Bu Tika segera mengurungkan langkahnya. “Rasanya tidak adil kalau hanya Ibu yang dapat. Sementara kamu tertinggal begitu saja karena tidak ada Surti..”
Putra hampir keceplosan bahwa selama ini dia tidak pernah melanjutkan dengan Surti. Tapi mulutnya segera dikuncinya kuat-kuat. Dia merasa Bu Tika akan memberinya sesuatu. Ternyata benar.. Perempuan itu segera menyuruhnya berdiri.
“Terpaksa Ibu melayani kamu malam ini. Tapi ingat.., jangan sentuh apapun. Kamu hanya boleh melakukannya sesuai dengan yang Ibu lakukan kepadamu..”
Kemudian Bu Tika segera duduk di tepi ranjang. Diraihnya bantal untuk ganjal kepalanya. Sejurus kemudian dia membuka pahanya. Matanya segera menatap Putra dan memberinya isyarat.
“..” Putra tergagap. Tak mengira akan diberi kesempatan seperti itu.
“Degh.. degh..” Putra agak kesulitan memasukkan kontolnya.
Karena selama ini dia memang pasif. Sehingga tidak ada pengalaman memasukkan sama sekali. Tapi dia merasakan nikmat yang luar biasa ketika kepala penisnya menyentuh daging lunak dan bergesekan dengan rambut kemaluan Bu Tika yang tebal itu. Hhh..! Nikmat sekali. Bu Tika menggigit bibir. Ingin rasanya menendang bocah kurang ajar ini.
Tapi dia segera menyadari ini semua dia yang memulai. Badannya menggelinjang menahan geli ketika dengan agak paksa namun tetap pelan Putra berhasil memasukkan penisnya (yang memang keras dan lumayan itu) ke peralatan rahasianya.
Beberapa saat kemudian Putra secara naluriah mulai menggoyangkan pantatnya maju mundur.
“Clep.. clep.. clep..!” bunyi penisnya beradu dengan vagina Bu Tika yang basah belum dicuci setelah persetubuhan pertama tadi.
“Plak.. plak.. plakk..,” kadang Putra terlalu kuat menekan sehingga pahanya beradu dengan paha putih mulus itu.
“Ohh.. enak sekali..” pikir Putra.
Dia merasakan kenikmatan yang lebih lagi dengan posisi dia yang aktif ini.
“Ehh.. shh.. okh..,” Putra benar-benar tak kuasa lagi menutupi rasa nikmatnya.
Hampir beberapa menit lamanya keadaan berlangsung seperti itu. Sementara Putra selintas melirik betapa wajah Bu Tika mulai memerah. Matanya terpejam dan dia melengos ke kiri, kadang ke kanan.
“Hkkhh..” Bu Tika berusaha menahan nafas.
Mulanya dia berfikir pelayanannya hanya akan sebentar karena dia tahu anak ini pasti sudah diujung “konak”-nya. Tapi ternyata, “Huoohh..,” Bu Tika merasakan otot-otot kewanitaannya tegang lagi menerima gesekan-gesekan kasar dari Putra. Dia berusaha sekuat tenaga untuk tidak terbangkitkan hasrat sex nafsu nya.
Dia benar-benar sudah lupa siapa wanita yang dihadapannya ini. yang terfikir adalah keinginan untuk cepat mengeluarkan sesuatu yang terasa deras mengalir dipembuluh darahnya dan ingin segera dikeluarkannya ..!!”Ehh..” Bu Tika tak mampu lagi membendung hasrat sex nafsu nya.
Daster yang tadinya dipegangi agar tubuhnya tidak banyak tersingkap itu terlepas dari tangannya, sehingga kini tersingkap jauh sampai ke atas pinggang. Melihat pemandangan ini Putra semakin terangsang. Dia menunduk mengamati memeknya yang serba hitam, kontras dengan tubuh putih mulus di depannya yang mulai menggeliat-geliat, sehingga menyebabkan batang kemaluannya semakin teremas-remas.
“Ohh.. aduh.. Bu..,” Putra mengerang pelan penuh kenikmatan.
Yang jelas Bu Tika tak akan mendengarnya karena beliau sendiri tengah berjuang melawan rangsangan yang semakin dekat ke puncaknya.
“Okh.. hekkhh..” Bu Tika menegang, sekuat tenaga dia menahan diri, tapi sodokan itu benar-benar kuat dan tahan.
Diam-diam dia kagum dengan stamina anak ini.
“Aaakkhh..!” dia mengerang nikmat. Orgasmenya yang kedua dari si Putra malam ini.
Sementara si Putra pun sudah tak tahan lagi. Saat paha mulus itu menjepit pinggangnya dan kemudian pantat wanita itu diangkat, penisnya benar-benar seperti dipelintir hingga, “Cruuth..! crut.. crut..!” memancar suatu cairan kental dari sana. Putra merasakan nikmat yang luar biasa. Seperti kencing namun terasa enak campur gatal-gatal gimana.”Ohk.. ehh.. hh,” Putra terkulai.
Tubuhnya bergetar dan dia segera mundur dan mencabut penisnya kemudian terhenyak duduk di kursi sebelah meja di kamarnya. Wajahnya menengadah sementara secara alamiah tangannya terus meremas-remas penisnya, menghabiskan sisa cairan yang ada disana. Ooohh.. enak sekali..
“Berapa jam biasanya kamu melakukan ini dengan Surti, Putra ..?” tanya Bu Tika menyelidik.
Putra terdiam. Apakah beliau tidak akan marah kalau dia berterus terang..?
“Kenapa diam..?”
Putra menghela nafas, “Maaf Bu.. belum pernah.”
“Hah..!? Jadi selama ini kamu..?”
“Iya Bu. Saya hanya diam saja setelah Ibu pergi.”
“Oo..,” Bu Tika melongo.
Sungguh tidak diduga sama sekali kalau itu yang selama ini terjadi. Alangkah tersiksanya selama ini kalau begitu. Aku ternyata egois juga. Tapi..?, masa aku harus melayaninya. Apapun dia kan hanya pembantu. Dia hanya butuh batang muda-nya saja untuk memenuhi hasrat sex nya yang menggebu-gebu terus itu. Selama ini bahkan suami dan pacar-pacarnya dulu tak pernah mengetahuinya. Ini rahasia yang tersimpan rapat.
“Hmm.. baiklah. Ibu minta kamu jangan ceritakan ke siapapun. Sebenarnya Ibu sudah bicara sama Surti mengenai masalah ini. Tapi rupanya kalian tidak nyambung. Ya sudah.. yang penting sekali lagi, pegang rahasia ini erat-erat.. mengerti..?” kembali suaranya berwibawa dan bikin segan.