Cerita Ngentot PETAKA SELEPAS DEMONSTRASI
Ratih, seorang akhwat muda berusia 23 tahun, dengan langkah gontai menembus kerumunan para pendemo yang masih terus mondar-mandir kesana kemari dengan ramai. Sejak tadi malam, kondisi badan Ratih memang sedang kurang fit, namun demi perjuangan menentang penyerangan Israel ke Palestina, ia pun memaksakan diri untuk mengikuti aksi siang ini. Berbeda dengan hari kemarin yang terus menerus dirundung hujan, Kota Jakarta hari ini benar-benar terbasuh dengan terik mentari yang begitu dahsyat. Akibat perubahan cuaca yang begitu ekstrim ini, dapat dipastikan kondisi tubuh Ratih kian bertambah parah. Untuk mengistirahatkan diri, ia pun terduduk sejenak di pinggiran trotoar di sekitar daerah Monas itu. Tas punggung yang hanya berisi barang seadanya itu, ia sampirkan di sampingnya.
Ratih Wulandari
Ratih Wulandari adalah seorang mahasiswi tingkat akhir Universitas Indonesia Jurusan Ilmu Komunikasi. Bila tak ada kendala berarti, beberapa bulan lagi ia akan mulai mengerjakan skripsinya yang berbicara tentang kemiskinan rakyat ibukota. Ia adalah anak tunggal dari 3 bersaudara. Ayah dan ibunya adalah seorang yang taat beragama, tak heran Ratih dan adik-adiknya sejak kecil telah diberi bekal yang cukup soal agama. Hari ini ia memakai setelan jubah berwarna abu-abu dan rok hitam yang memanjang hingga ke mata kakinya yang terbungkus kaus kaki berwarna krem yang agak transparan. Tak ketinggalan sebuah jilbab putih yang lebar melingkari lehernya yang mungil. Wajahnya bulat, kulitnya kuning langsat, bola matanya hitam tajam. Tampak begitu manis walaupun dengan mimik yang lesu seperti itu. Hidungnya yang sedikit mancung nampak begitu mempesona. Sesaat ia mengeluarkan lidahnya dan menjilati bibir bawahnya, ia tampak kehausan.
Tanpa ia sadari, seorang lelaki bertubuh gempal telah mengawasinya sejak awal aksi tadi. Lenggak-lenggok tubuh Ratih di balik balutan busana muslimahnya telah mampu membuat darah muda lelaki berusia 50 tahunan itu menggelegak. Pak Usman namanya. Ia bukanlah seorang anggota PKS seperti Ratih dan kawan-kawan peserta demo lainnya. Ia hanya seorang pengangguran yang sering ikut-ikutan demo seperti itu hanya untuk mendapatkan segelas aqua dan sepaket nasi bungkus. Namun kali ini, kemolekan body akhwat Partai Keadilan Sejahtera yang memang aduhai ini, ditambah dengan wajahnya yang mempesona, membuat rasa haus dan lapar Pak Usman hilang seketika. Berkali-kali ia meneguk liurnya sendiri memandang Ratih dari belakang. Perlahan ia mendekati Ratih dan menyapanya, „Kenapa Neng, tampangnya pucat begitu? Mau diambilkan air?“
„Eemmm, tak usah Pak. Nanti biar saya cari minum sendiri“ jawab Ratih sekenanya.
“Nggak apa-apa Neng, sebentar ya” Secepat kilat Pak Usman si pria tua itu telah kembali dari tempat pembagian air minum. Ia membawa dua botol Aqua sekaligus, satu untuk dirinya dan satu untuk Ratih, yang telah menggoda imannya.
“Terima kasih banyak ya pak” Tanpa persetujuan Ratih terlebih dahulu, Pak Usman langsung duduk tepat di samping akhwat cantik tersebut. Ratih pun menjadi sedikit risih dibuatnya. Ia sedikit menggeser pantatnya ke arah berlawanan. Karena merasa tidak enak sudah diambilkan minum, ia pun membiarkan lelaki yang bukan mahromnya itu duduk bersebelahan dengannya walaupun tetap dengan menjaga jarak. Karena ia telah demikian haus, ia pun menenggak air minum itu hingga setengah botol. Entah mengapa mendadak kepala Ratih menjadi pusing. Matanya berkunang-kunang, pandangannya kabur dan tenaganya melemah.
Terdengar cekikikan dari mulut Pak Usman. Ternyata tua bangka itu telah mencampurkan sesuatu di minuman Ratih sebelum ia menyantapnya. Dengan santainya ia mengalungkan tangannya ke leher Ratih dan menarik tubuh molek si akhwat muslimah yang alim itu ke dalam pelukannya. Orang-orang masih sibuk lalu-lalang meneriakkan kecaman terhadap Israel. Walaupun ada orang melihat Pak Usman yang memeluk Ratih, mereka hanya menyangka kalau mereka adalah sepasang suami istri, walaupun umur keduanya terpaut begitu jauh, namun hal itu memang dianggap biasa di kalangan aktivis. Apalagi wajah Ratih yang demikian lemah membuat para aktivis lain tak berani mengganggu pasangan itu.
Ratih merasa geli merasakan usapan-usapan tangan kasar Pak Usman di pipinya. Ia benar-benar tidak bisa berbuat apa-apa. Tubuhnya terasa lemah dan kaku. Ia merasa bingung akan apa yang terjadi padanya. Setelah minum air mineral tadi, kesadarannya terasa tertahan. Ia tidak bebas menggerakkan anggota badannya padahal ia masih dapat melihat dan merasakan segala sesuatu di sekelilingnya. Keringat semakin deras membasahi jilbabnya yang terbuat dari bahan satin. Hampir-hampir akhwat nan molek itu basah kuyup oleh keringatnya sendiri.
Melihat hewan buruannya telah begitu jinak di pelukannya, Pak Usman malah makin bernafsu. Kemaluan yang sudah bertahun-tahun tidak dipakai itu kini berontak dengan dahsyat dari balik celana panjangnya. Bau keringat Ratih yang semakin menyengat membuat gelegak birahi Pak Usman makin meletup-letup. Ia membayangkan dirinya menyetubuhi muslimah aktivis nan alim dan santun itu dengan liar hingga Ratih bergetar hebat dibuatnya. Ia dekap tubuh indah itu lebih erat dan diciuminya bau keringat Akhwat yang merangsang itu. Ditempelkannya hidungnya di pipi Ratih dan sesekali Pak Usman mengeluarkan lidahnya dan menjilati wajah Ratih. Ratih pun hanya bisa meringis dan menikmati perlakuan Pak Usman pada dirinya.
“Akkhhh …” terdengar sedikit lenguhan Ratih begitu pelan namun telah cukup membuat denyut nadi Pak Usman berdenyut-denyut. Akhwat yang kini makin basah bermandikan keringat itu, campuran dari keringat bekas demonstrasi dan keringat dingin akibat dijamah oleh Pak Usman, itu terlihat begitu gelisah. Tubuhnya yang basah menjadi makin menggiurkan bagi pria setengah baya yang tengah meraba-raba tubuhnya. Kegiatan mereka makin mendapat perhatian dari orang-orang di sekitarnya. Pak Usman sedikit khawatir dengan hal itu, ia pun memikirkan jalan agar bisa menikmati tubuh Ratih dengan lebih leluasa.
Pak Usman pun memutuskan untuk membawa Ratih ke sebuah tempat sepi, mumpung akhwat PKS nan menawan itu masih dalam pengaruh bayang-bayang campuran obat bius dan obat perangsang yang tadi diberikannya. Dengan cepat ia melepas pelukannya pada Ratih dan bergegas mengambil motor bebeknya yang diparkir tak jauh dari situ. Ia pun membimbing Ratih untuk berdiri dari trotoar dan mengajaknya untuk naik motor bersamanya. Dengan lembut Pak Usman membisikkan sesuatu di telinga Ratih, “Sayang, bila kau ingin merasakan kenikmatan yang jauh lebih indah dari ini, ikutilah kata-kataku. Sekarang naiklah ke motor ini dengan membonceng padaku”
Layaknya seorang kerbau yang dicocok hidungnya, Ratih pun menuruti semua yang diperintahkan Pak Usman. Ia merasakan adanya dorongan yang begitu dalam dari dirinya untuk merasakan kembali sentuhan dan belaian seorang Pak Usman. Ia merasakannya seperti gairah. Mungkin ini adalah efek dari obat perangsang yang diberikan oleh Pak Usman tadi. Ratih yang tadinya merupakan seorang akhwat yang anggun, menawan, shalihah, alim, dan santun kini telah tergila-gila dengan perbuatan cabul Pak Usman. Setelah Pak Usman naik motor pun, Ratih dengan pasrah menurutinya dan duduk menyamping sambil memeluk pinggang Pak Usman dengan erat.
Merasakan hal tersebut, Pak Usman begitu girang. Selama perjalanan ia hanya memakai tangan kanan untuk menarik gas dan mengerem, sementara tangan kirinya terus mengelus-elus tangan perawan suci nan alim yang melingkari pinggangnya. Ratih telah begitu jauh terperosok ke dalam jebakan yang dibuat Pak Usman. Mereka berdua begitu dilanda birahi yang menggebu-gebu di atas motor tua itu. Mereka sudah sama-sama tidak sadar untuk melampiaskan nafsunya masing-masing. Tanpa sadar tangan Ratih pun dengan lembut mengelus-elus bagian perut Pak Usman membuat pria setengah baya itu belingsatan dibuatnya. Untung rumah kontrakan Pak Usman tidak begitu jauh sehingga 10 menit kemudian mereka telah sampai.
Begitu sampai di dalam rumah, Pak Usman langsung menyiapkan segalanya. Pintu rumah ia kunci, motor ia masukkan, dan Ratih ia baringkan di atas kasur rumah kontrakannya. Kini hidangan lezat telah menantinya di atas ranjang itu dengan gairah yang menggelora.
Pak Usman pun langsung membuka kaos dan celana panjangnya. Tinggal celana dalam saja yang tersisa ia pakai. Ia terlihat begitu sangat bernafsu dengan wanita yang tengah tergolek lemas di hadapannya. Ia pun merangkak di atas wanita itu dan membelai wajahnya yang berbalut jilbab nan lebar yang membuatnya terlihat begitu anggun itu. “Siapa namamu manis?”
“Ratih, Pak” jawab Ratih sambil menggigit bibir bawahnya. Ia juga tampak telah begitu tegang dengan Pak Usman yang telah menanggalkan busananya. Ia sadar semua ini sudah tidak bisa ditolak lagi. Pergolakan batin terus berlomba di dalam hatinya. Ia begitu bingung untuk memilih lari, karena raganya mengatakan sebaliknya. Baru kali ini ia diperlakukan seperti ini, dan baru kali ini seorang pria yang bukan mahromnya menanggalkan busana di hadapannya dan mendekatinya hingga begitu dekat di atas ranjang.
“Nama yang bagus, Sayang. ”
“Terima Kasih, Pak” Pak Usman pun menurunkan jari-jemarinya ke bawah menuju bagian buah dada Ratih yang menggunung. Besarnya ia taksir sekitar ukuran 36. Ratih memang mempunyai ukuran payudara yang lebih besar dari teman-teman sesama akhwatnya. Bisa dibilang ialah akhwat terseksi di antara teman-teman aktivisnya. Sebenarnya itu bukan masalah di kalangan aktivis, tapi setelah bertemu orang seperti Pak Usman yang begitu menggilai payudara besar, Ratih sadar bahwa itu adalah bahaya besar.
Perlahan Pak Usman meremas-remas payudara yang masih tertutup jilbab dan jubah Ratih itu dengan nafsu yang begitu menggebu. Ia merasakan puting di payudara Ratih yang sebelah kanan, puting itu telah begitu tegang sehingga nampak menonjol dari balik jilbabnya. “Kamu udah horny yah say?”
Ratih hanya diam saja diperlakukan seperti itu, ia tak mampu menyangkal bahwa ia telah takluk dalam dekapan pria tua yang lebih layak menjadi bapaknya itu. Ia pun tetap diam ketika tangan Pak Usman mampir ke ujung rok panjangnya dan menariknya perlahan ke atas. Tangan yang kasar itu pun dengan lancangnya menjamah betis dan paha mulus Ratih yang belum pernah dilihat sekalipun oleh lelaki lain. Tangan itu bergerak naik turun sehingga membuat Ratih akhirnya mengeluarkan desahan yang begitu menggairahkan, “Aaaahhhh … “
Pak Usman begitu senang mendengarnya. kemaluannya pun semakin keras dan tegang. Ia makin berani mengerjai akhwat nan santun itu dengan menurunkan celana dalam Ratih ke bawah. Ia pun kini mengelus-elus lembut kemaluan yang sudah tidak tertutup apa-apa lagi itu dari balik rok panjang yang masih terpasang. Sedari awal Pak Usman memang tak berniat melepas pakaian Ratih, ia makin terangsang dengan menzinai Ratih dalam keadaan masih lengkap berpakaian muslimah.
Pak Usman pun mendekati wajah sang akhwat nan anggun tersebut. Bibir mereka telah begitu dekat. Ratih pun dapat merasakan bau badan Pak Usman yang begitu tak sedap, tapi entah kenapa Ratih pun ikut mendekatkan bibirnya yang indah itu ke bibir pria yang sama sekali tidak dikenalnya itu. Pak Usman membelai mesra jilbab putih yang dikenakan Ratih dan memagut bibir sang akhwat dengan lembut dan penuh nafsu serta gairah. Pria tua itu pun semakin berani dengan mengeluarkan lidahnya agar dijilat oleh Ratih. Ratih pun tanpa malu menyambutnya dengan gairah yang tidak kalah besarnya. Perzinahan serasa tinggal menunggu waktu bagi mereka berdua.
Sambil memagut bibir indah nan suci itu, tak lupa Pak Usman pun meremas-remas payudara Ratih dari balik jilbab lebarnya. Bergantian dari kanan ke kiri dan sesekali memelintir putingnya. Ratih pun merasakan sensasi yang begitu menakjubkan.
Serasa tak ada waktu lagi, dengan buasnya Pak Usman melumat bibir suci nan menawan milik seorang mahasiswi Universitas Indonesia itu. Ratih Wulandari, sang akhwat rupawan, kini sedang berpacu dengan gairah dan birahinya sendiri. Campuran dari obat perangsang yang diminumkan saat berdemonstrasi tadi dan jamahan yang terus dilakukan Pak Usman membuat jantungnya berdenyut begitu cepat. Ia seperti lupa seluruh ilmu yang telah diterimanya waktu Liqo’ di Masjid UI semasa kuliah. Padahal dalam setiap kesempatan, Kak Nurul, murabbi Ratih, tak pernah lupa mengingatkan mad’u-nya untuk selalu menjaga aurat di hadapan lelaki yang bukan mahrom. Tapi kini Ratih tampak malah meminta auratnya sendiri untuk dijamah oleh lelaki bejat seperti Pak Usman yang sedari tadi telah menanggalkan pakaiannya.
Ratih Wulandari
Ratih meletakkan tangannya di punggung Pak Usman. Dielus-elusnya punggung lelaki tua yang telah mengundang birahi jalangnya untuk keluar itu. Pak Usman pun makin panas merasakan elusan sang akhwat idaman itu di bagian tubuhnya yang cukup sensitive. Namun ia tak mau kehilangan tempo, ia akan berusaha memancing gairah Ratih agar ia bertingkah lebih binal lagi. Ia ingin Ratih tak hanya menyerahkan keperawanannya namun juga bisa merasakan puncak kenikmatan dunia darinya, siapa tahu nanti Ratih menjadi ketagihan dan mau menjadi pemuas nafsu seksual dirinya yang sewaktu-waktu bisa meledak.
“Sebentar ya Neng,” Pak Usman dengan nekat memasukkan tangannya yang hitam legam ke balik jilbab panjang Ratih, sang muslimah. Ternyata di balik jilbabnya yang lebar itu, Ratih memakai terusan yang mempunyai kancing di bagian atas. Tangan Pak Usman pun langsung bergerilya di daerah itu. Payudara Ratih yang besar dan sensitive itu diremasnya dari balik baju terusannya. Ratih pun mendesah ringan sebelum merelakan kancing bajunya terlepas dan tubuhnya resmi dimasuki oleh tangan nakal Pak Usman.
“Pakk, ohhh, geli pak” begitulah erangan Ratih ketika Pak Usman mulai intens meremas-remas payudara akhwat muda yang begitu ranum itu. Segaris senyum menempel di bibir mesum Pak Usman ketika Ratih menekan kepalanya begitu kencang ke arah payudaranya sendiri. “Ufhhh, ampunn Pak …. !!”
Tanpa pikir panjang lagi, Pak Usman langsung memasukkan kepalanya ke balik jilbab putih Ratih. Disingkapnya pakaian terusan Ratih, kemudian dengan perlahan ia mengeluarkan payudara Ratih yang telah begitu membuncah dari bra krem yang masih menempel di tubuhnya. “Neng, toketnya ca’em banget … warnanya pink, lagi tegang gitu, ukurannya berapa sih?” Ledek Pak Usman sambil terus meremas-remas dan memainkan putting payudara Ratih.
Ucapan kotor Pak Usman semakin membangkitkan birahinya. Satu persatu pertahanan keimanannya telah runtuh. Mimik wajahnya yang biasanya penuh keanggunan kini perlahan berubah menjadi begitu erotis dan merangsang. “Iya pak, ukurannya 36 … ohhh, enak pak diremes gitu”
“Ohh, neng aktivis suka yah? Kenapa gak bilang tadi waktu di monas, kan bisa sekalian bapak entot di sana?” Jawab Pak Usman makin berani.
“Apa pak? Entot ?? ahh …” Ratih lemas begitu Pak Usman mengucapkan kata-kata kotor itu. Ia sadar kalau dirinya sudah di ambang birahi, dan Pak Usman pun sudah tidak tahan untuk melepaskan gairahnya. Ia pun memperbaiki posisi berbaringnya agar Pak Usman bisa lebih mudah menyetubuhi dirinya. Ia telah benar-benar kehilangan akal sehatnya.
Merasakan geliat tubuh indah yang ada dalam dekapannya, Pak Usman pun ikut bergeser hingga wajahnya tepat berada di atas payudara Ratih. “Liat deh Neng, toketnya dah penuh neh, Bapak kurangin sedikit yah susunya …” Ujar Pak Usman sambil menyibak sedikit jilbab lebar Ratih hingga ia bisa melihat payudaranya sendiri.
“Ahh Pak …” Ratih pun mendesah ketika bibir Pak Usman mulai menyentuh putting payudaranya. Seketika selembar lidah nan panas dan kasar menjulur keluar dan menggerayangi payudara Ratih yang begitu mulus, belum terjamah seorang pun. Ratih pun langsung menggeleng-gelengkan kepalanya menahan desakan birahi yang begitu menggebu. Erangannya sudah tak bisa dibendung, matanya memejam menunggu ledakan gairah dari dalam tubuh sucinya.
Pak Usman melakukannya dengan begitu perlahan-lahan. Ia ingin ini menjadi sesuatu yang tak akan ia lupakan seumur hidup. Kapan lagi kan, bisa menyetubuhi seorang akhwat cantik seperti Ratih ini. Dengan ganasnya Pak Usman mengulum putting payudara suci seorang Ratih Wulandari mulai dari yang sebelah kiri, kemudian berlanjut ke payudara sebelah kanan.
“Ahhh, Pak. Geli banget …”
“Neng suka kan, kalo suka Bapak kulum terus yah.” Pak Usman sudah tidak segan-segan lagi mengatakan kata-kata cabul di hadapan Ratih. Dan respon Ratih pun bukannya berusaha memberontak, tapi malah seakan membuka pintu lebar-lebar bagi Pak Usman untuk merobek keperawanannya di sebuah kamar kosan yang terkesan sedikit kumuh itu.
“Iya, Pak. Suka.” Mendengar kata-kata itu, Pak Usman pun menganggapnya sebagai sebuah izin untuk melakukan hal yang lebih jauh. Ia pun melepaskan kulumannya di payudara Ratih sang akhwat manis, dan kemudian diikuti lenguhan panjang Ratih yang menandakan kekecewaannya akan perlakuan Pak Usman itu. Dengan langkah cepat, Pak Usman langsung turun ke bagian bawah tubuh Ratih dan kemudian mengangkat perlahan rok panjang Ratih.
Ternyata Ratih masih memakai celana panjang lagi untuk dalaman. Benar-benar khas seorang aktivis, celana panjang itu berwarna biru muda dan terbuat dari bahan yang tipis. “Bapak buka ya neng, celana panjangnya.” Ratih yang telah dilanda birahi yang benar-benar menggelegak itu pun hanya mengangguk sambil menggigit bibir bawahnya.
Dengan sekali tarik, celana panjang itu pun terlepas dari tempatnya. Selain karena bahannya yang tipis dan kekuatan Pak Usman, Ratih pun ikut memberikan sedikit bantuan dengan mangangkat bokongnya untuk memudahkan Pak Usman. Ia seperti telah pasrah, bahkan malah benar-benar menginginkan untuk disetubuhi untuk pertama kalinya oleh Pak Usman.
Dalam sekejap, betis dan paha mulus Ratih pun terpampang dengan jelas di hadapan Pak Usman. Bagian bawah tubuh indah akhwat itu benar-benar putih terawatt. Mungkin karena tak pernah terkena sinar matahari langsung atau memang Ratih sengaja merawat bagian bawah tubuhnya tersebut. Mungkin ia melakukannya untuk suaminya kelak, tapi kini seorang pria tua sedang memandanginya tanpa sehelai pun pembatas.
“Neng, pahanya mulus banget sih, Bapak elus-elus yah?” Sebuab pertanyaan yang tidak memerlukan jawaban. Pak Usman langsung menyingkap rok panjang itu sampai batas maksimal dan mulai menjamah bagian terlarang dari seorang akhwat muslimah seperti Ratih.
Namun Ratih sendiri pun tidak melakukan perlawanan dan malah menyodorkan paha dan betis indahnya untuk dinikmati si tua jalang itu. “Iya Pak. Ratih selalu perawatan di salon khusus akhwat. Ahhh, Pak, Udah yah, Ratih malu”
Sebuah penolakan yang tampaknya tak berarti mengingat Ratih tak berusaha sedikitpun untuk menutupi aurat sucinya yang sudah tersingkap lebar dan siap untuk dinikmati. Pak Usman langsung meraba-raba paha putih itu dan menjilat-jilat betis Ratih yang mulus. “Hmm, Neng Ratih bener-bener kayak bidadari yah. Orangnya alim, tubuhnya indah banget pula”
“Ahh, ahhh, Pak … “ Desahan Ratih pun akhirnya keluar begitu saja tanpa ma pu ia bendung.
“Ada apa Neng? Udah gak tahan yah …” Pak Usman pun tak mau berbasa-basi lagi, ia pun langsung mengangkangi bagian pinggul akhwat manis mahasiswa UI tersebut. Dengan bersemangat, ia pun menggesek-gesekkan kontolnya di memek Ratih, yang tampaknya sudah basah oleh lendir gairah itu.
“Akhhh, geli banget Pak,” Ratih pun merasakan sensasi yang benar-benar baru dan luar biasa. Dalam kesehariannya yang sangat jauh dari seks, ia sama sekali tak pernah melihat, apalagi menyentuh kemaluan lawan jenisnya. Namun kini, seorang pria tua tengah mengangkanginya, sambil menggesek-gesekkan kontolnya ke memek Ratih, membuaat Ratih benar-benar hilang akal. Ia pun hanya bisa pasrah ketika Pak Usman mengangkat baju terusannya, hingga payudaranya yang besar dan indah itu pun telah terpampang dan siap untuk dinikmati.
Pak Usman pun terkesiap dengan apa yang ada di hadapannya. Ratih Wulandari, seorang akhwat cantik dan jelita yang berstatus sebagai seorang mahasiswi Perguruan Tinggi Negeri terkenal, kini sedang mengerang dan mendesah dengan banal di hadapannya. Dilihatnya kemaluan sang akhwat yang tanpa bulu sehingga dapat terlihat dengan jelas olehnya di mana letak klitoris dan lubang kelamin suci sang wanita. Memek Ratih ternyata telah berdenyut-denyut kencang tanpa bisa dikontrol si empunya, tanda bahwa empunya sedang mengalami gejolak birahi yang luar biasa.
Ratih Wulandari
Tanpa memikirkan apa-apa lagi, Pak Usman langsung mendorong penisnya ke dalam memek suci Ratih Wulandari. Diperlakukan seperti itu, Ratih tambah bergairah dan sedikit berteriak, “Ahhhhh, Pakkkk ….” Tangannya menggenggam ujung seprei tempatnya berbaring sekarang, tempatnya dikerjain oleh seorang tua bangka seperti Pak Usman yang sedang mengangkangi keperawanannya.
“Neng, toketnya nganggur tuhh, Bapak remes-remes yahh …”
“Ohhh, ohhh, tolong Pak, jangan lanjutkan ini … kasihani saya” Tampaknya Ratih telah berangsur-angsur sadar dari efek obat perangsang yang telah diminumnya. Namun sayangnya itu semua telah terlambat, dan keperawanannya telah di ujung kulup penis Pak Usman.
“Tanggung, Neng, dikit lagi masuk neh. Sekali Neng akhwat ngerasain kontol Pak Usman, pasti minta nambah deh nanti,” Pak Usman cekikikan ketika merasakan selaput dara akhwat muslimah itu telah berada tepat di depan kontolnya. Dengan menambah kekuatan remasan pada peyudara Ratih, sehingga membuat Ratih sedikit menggelinjang, Pak Usman pun memusatkan konsentrasinya pada memek Ratih dan … “Akhhhhh, memek Neng Ratih memang mantap …. Akhhhhh”
“Akhhhhh, Pak Usman …” Merasakan selaput daranya telah jebol, Ratih pun belingsatan. Rangsangan yang diberikan Pak Usman kepadanya begitu hebat. Bukannya berontak, Ratih memilih untuk melanjutkan perzinahan ini sampai akhir, ia merasakan semuanya sudah terlanjur baginya.
Pak Usman merupakan lelaki yang berpengalaman dalam masalah seks. Ketika merasakan aliran darah merembes di sela-sela kontolnya dan dinding vagina Ratih, Pak Usman pun sedikit menarik kontolnya keluar dari sarang yang hangat itu. Ratih pun terkesiap dan berusaha memasukkan kembali burung nakal Pak Usman kembali ke dalam tubuh sucinya. Mimik wajah Ratih telah berubah menjadi begitu banal dan jalang. Namun jilbab indah yang melilit kepalanya nampak tetap membingkai paras manis dan cantik khas akhwat muslimah. Pak Usman benar-benar tak tahan akan mangsanya kali ini. Ia pun kehilangan control dan langsung menyambar bibir Ratih dengan bibirnya.
Sekitar 15 menit lamanya Pak Usman menyetubuhi Ratih dengan posisi konvensional. Dengan buas ia melumat bibir dan lidah Ratih. Ratih pun tak kalah liar membalas kuluman bibir pria tua itu. Sementara itu, kontol Pak Usman terus mengocok vagina Ratih tanpa henti. Ratih pun membantu sang pejantan dengan mengangkat pinggulnya yang gemulai itu menjemput kontol Pak Usman yang berukuran sedang. Dua insan berbeda jenis kelamin dan status social itu tampak menikmati persetubuhan terlarang itu. Ratih dengan tanpa malu mendesah-desah kenikmatan ditindih mesra oleh Pak Usman yang sudah keriput itu.
“Ahhh, Ahhh, Astaghfirullah, Pakkk, enakk Pak, enakk, Ohhh, Ohhh …”
“Enakk ya Neng, Ahhh, Ahhh, memek Neng Ratih legit banget, Akhh, Bapak mau keluar Neng …”
“Ahh, iya Pak Usman, kontolnya enakk Pak … Apanya yang mau keluar pak?”
“Spermaaa Neng, Pejuu Pak Usman …”
Tiba-tiba Ratih bagai tersambar petir. Ia sadar betul bila sperma Pak Usman sampai masuk ke dalam rahimnya, maka besar kemungkinan ia akan hamil dan mengandung anak Pak Usman. Ketika terpikir hal itu, Ratih pun berontak, ia menggeliat hendak menjauh dari tubuh Pak Usman